Kuasa Hukum KPU Nabire sebut “Permohonan ke MK Menabrak dan Bertentangan dengan Hukum”
Romfamedia.co.id, Jakarta – Kamis (30/01/2025) Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Nabire, melalui kuasa hukum hari ini secara resmi menyampaikan Jawaban di Mahkamah Konstitusi (MK) atas perkara perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (PHPkada) Kab. Nabire 2024, yang diajukan oleh Pemohon Delpredo Marhaen dari Yayasan Lokataru, Pemohon bersama Kuasa Hukum dari kantor Haris Azhar Law Office telah membacakan permohonannya pada Rabu, 15 januari 2025. Pemohon beralasan mengajukan permohonan ini dengan kedudukan sebagai Pemantau Pemilihan.
Sidang lanjutan hari ini Kamis 30 Januari 2025 pukul 08.00 WIB adalah kesempatan bagi KPU Kab. Nabire untuk menyampaikan jawaban dan bukti atas permohonan sebelumnya yang tercatat dengan Nomor Perkara : 225/PHPPU.BUP-XVIII/2025.
Dalam agenda tersebut kuasa hukum KPU Nabire, yang diwakili oleh Abdul haris dan Rully Novian dari Kantor Hukum SAF & Co Law Firm menyampaikan beberapa hal dalam jawabannya, permohonan yang diajukan oleh Pemohon sangat tidak beralasan, karena Pemohon yang mengaku sebagai Pemantau Pemilihan tidak memiliki sertifikat atau akreditasi dari KPU Kab. Nabire sebagai Lembaga pemantau pemilihan, selain itu Pilkada Kab. Nabire 2024 sendiri diikuti lebih dari satu paslon, dengan demikian Pemohon sama sekali tidak memiliki alasan untuk mengajukan permohonan karena paslon tidak melawan kotak kosong.
“untuk itu Permohonan ke MK yang diajukan Pemohon bisa dibilang menabrak dan bertentangan dengan hukum,” ujar Haris.
Dalam jawabannya Tim Kuasa hukum memberikan beberapa tanggapan atas permohonan yang diajukan, di antaranya: terkait Kewenangan MK untuk mengadili, kedudukan hukum Pemohon, kejelasan dan kebenaran dari permohonan (Obscuur Libel), bantahan terhadap semua dalil Pemohon yang secara tegas disampaikan bahwa Proses pemilihan telah dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan, dengan prinsip-prinsip Luber Jurdil (Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jurdil, dan Adil).
Semua tahapan, dari awal hingga penetapan hasil, telah dijalankan secara profesional dan transparan, dengan pengawasan ketat dari Bawaslu dan pihak terkait lainnya. Tuduhan pelanggaran netralitas ASN, ketidak profesionalan penyelenggara, dan dugaan lainnya, tidak didukung bukti yang valid.
Kuasa hukum Pemohon menambahkan bahwa alam Demokrasi dan HAM harus ditegakan dan dijalankan tanpa menabrak aturan yang sudah jelas. Aturan ini terkait dengan pemantau pemilihan yang juga harus tunduk terhadap hukum acara yang berlaku di MK.
Atas hal itu Kuasa hukum berharap majelis hakim dapat melihat Kembali dan mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh sehingga dengan sendirinya akan menolak permohonan pemohon pada tahap pemeriksaan pendahuluan ini.(*)